BPK Temukan Kerugian Rp596 Miliar, Ribuan Jemaah Haji 1445H Terlantar karena Kuota Disalahgunakan
Kamis, 11-12-2025 - 12:08:57 WIB
Riau12.com-JAKARTA – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan IHPS I-2025 kembali menyoroti pengelolaan ibadah haji 1445H/2024M yang dinilai jauh dari tertib administrasi dan akuntabilitas. Ribuan jemaah yang memenuhi syarat justru kehilangan kesempatan berangkat setelah 4.531 kuota haji dialokasikan kepada peserta yang tidak sesuai ketentuan. Akibat penyalahgunaan kuota, kerugian keuangan mencapai Rp596,88 miliar.
Laporan BPK menguraikan tiga pola ketidaksesuaian. Pertama, 61 jemaah yang sebelumnya telah berhaji kembali diberangkatkan meski belum melewati masa tunggu sepuluh tahun. Kedua, 3.499 jemaah kategori penggabungan mahram tidak memenuhi syarat. Ketiga, 971 jemaah pelimpahan porsi tidak sesuai ketentuan. Temuan ini menunjukkan pelanggaran serius yang menimbulkan kerugian ratusan miliar rupiah.
Selain masalah kuota, BPK menemukan ketidakpatuhan lain, termasuk penggunaan anggaran tanpa dasar hukum, dokumen pertanggungjawaban yang tidak lengkap, penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa penunjang operasional, serta lemahnya pengendalian internal. Total nilai temuan efektivitas, efisiensi, dan ekonomis mencapai Rp779,27 juta.
BPK merekomendasikan Kementerian Agama segera menuntaskan verifikasi jemaah penggabungan dan pelimpahan bersama Kementerian Dalam Negeri. Pembatalan kuota bagi peserta yang tidak berhak dianggap penting untuk memulihkan kepercayaan publik.
Kasus dugaan korupsi kuota haji sendiri telah dinaikkan ke tahap penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Agustus 2025. Meski tersangka belum ditetapkan, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1 triliun. Tiga pihak telah dicegah bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
Perkara ini bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Kuota tambahan dialokasikan ke skema haji reguler dan khusus, sebagian besar dikelola oleh biro travel dan asosiasi penyelenggara haji. Namun pembagian kuota ini diduga menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Kuota yang seharusnya dibagi proporsional justru diperjualbelikan dengan setoran USD 2.600–7.000 kepada pejabat tertentu.
Dana hasil setoran diduga digunakan untuk membeli aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan yang disita KPK pada September 2025. Salah satu rumah senilai Rp6,5 miliar dibeli seorang pegawai Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah menggunakan dana commitment fee.
Kasus ini terus berkembang, sementara publik menanti kejelasan tindak lanjut BPK dan langkah tegas KPK agar pengelolaan haji kembali berada pada rel yang adil dan transparan, sehingga semua calon jemaah memiliki kesempatan yang sama untuk menunaikan ibadah.
Komentar Anda :