www.riau12.com
Selasa, 16-Desember-2025 | Jam Digital
16:00 WIB - Pemprov Aceh Minta Bantuan UNDP dan UNICEF Tangani Pascabencana Banjir dan Longsor | 15:48 WIB - Dukung UMKM Alumni, IKA Akuntansi UIN Suska Riau Buka Layanan Sertifikasi Halal dan NIB Gratis | 15:39 WIB - Absennya Plt Gubernur dan Sekdaprov Sebabkan Penundaan Rapat Paripurna DPRD Riau | 15:25 WIB - PLTA Koto Panjang: Debit Air Meningkat, Elevasi Waduk Stabil dan Belum Perlu Spillway | 15:24 WIB - Truk Tronton PT Arara Abadi Tabrak Kabel Listrik di Jalan Permukiman Pelalawan, Warga Terpaksa Gelap Gulita | 15:21 WIB - Infeksi EEHV Sebabkan Kematian Gajah Sumatera Laila, BBKSDA Tingkatkan Pemantauan
 
Eksekusi Paksa Proyek Tol Pekanbaru-Rengat Hancurkan Tujuh Rumah, Keluarga Empat Generasi Terancam Kehilangan Tempat Tinggal
Sabtu, 06-12-2025 - 13:22:25 WIB
TERKAIT:
   
 

Riau12.com-Pekanbaru – Dalam pagi yang mulai terik, Kamis (4/12/2025), eksekusi paksa proyek Jalan Tol Pekanbaru-Rengat menghancurkan tujuh rumah yang telah menjadi pusaka hidup bagi satu keluarga besar di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Muara Fajar Timur, Kecamatan Rumbai Barat. Asap debu yang mengepul menandai akhir sengketa lahan dan awal perjalanan panjang ketidakpastian bagi para penghuninya.


Eksekusi ini dilakukan berdasarkan Surat Pelaksanaan Eksekusi Nomor 2837/PAN.PN/W4.U1/HK.24/XI/2025 dari Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Penetapan Ketua Pengadilan Nomor 34/Pdt.Eks-Kons/2025/PN Pbr. Objek tanah seluas 465 meter persegi dan bangunan di atasnya termasuk dalam pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional di bawah Satker Pengadaan Tanah Jalan Tol Wilayah II, Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR.


Namun, di balik dokumen hukum tersebut, tersimpan kisah pilu keluarga yang merasa haknya terabaikan. Juwita Susanti dan adiknya, Syukri, menuturkan bahwa keluarga mereka telah menghuni kawasan itu selama empat generasi, dengan beberapa anggota kini masuk generasi kelima. Status tanah mereka berupa Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR), bukan sertifikat, tetapi mereka rutin membayar pajak bumi dan bangunan.


Kisah ini dimulai beberapa tahun lalu saat masyarakat terdampak diundang ke kantor kelurahan untuk sosialisasi proyek jalan tol. Keluarga ini dijanjikan bahwa tanah, bangunan, dan tanaman mereka akan diganti. Namun, kejutan muncul ketika mereka menerima dokumen yang mencantumkan nama tanah sebagai Barang Milik Negara (BMN), dengan nilai ganti rugi yang ditetapkan sepihak.


Janji ganti rugi bangunan awalnya masih diberikan, namun kemudian dibatalkan. Keluarga besar ini pun dihadapkan pada pilihan sulit: menerima atau menghadapi penggusuran paksa. Pada pagi hari Kamis, eksekusi dilakukan. Satu per satu rumah mereka diratakan, meninggalkan puing-puing yang kini hanya bisa dijual murah untuk bertahan hidup.


Kondisi keluarga sangat memprihatinkan. Juwita harus menitipkan ibunya yang berusia 63 tahun ke rumah kakaknya. Anggota keluarga lain yang penghasilannya rendah, seperti tukang tempel ban, office boy, atau buruh kasar, harus mengontrak rumah sementara. Beberapa sepupu bahkan harus membongkar sendiri rumahnya untuk menyelamatkan material, yang akhirnya hanya cukup membangun rumah darurat sederhana.


Keluarga tersebut mempertanyakan keadilan eksekusi, menyoroti bagaimana masyarakat miskin yang tidak memiliki dukungan justru menjadi pihak yang dikorbankan. Mereka merasa diperlakukan tidak adil dibandingkan perusahaan-perusahaan besar di sepanjang Jalan Yos Sudarso yang tidak digusur meski berada di lahan yang sama.


Pihak berwenang, melalui Eva Monalisa sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), menjelaskan bahwa tanah telah ditetapkan sebagai BMN oleh otoritas lain, sehingga Kementerian PUPR hanya bertindak sebagai pelaksana proyek.


Proyek Jalan Tol Pekanbaru-Rengat sendiri merupakan mega-proyek strategis nasional yang diharapkan meningkatkan mobilitas, distribusi barang dan jasa, serta pengembangan kawasan industri dan pariwisata. Proyek ini juga menargetkan penyelesaian hingga akhir 2026, dengan jembatan ikonik seperti Jembatan Siak VI sebagai bagian dari infrastrukturnya.


Di balik gegap gempita pembangunan, kisah keluarga di Jalan Yos Sudarso menghadirkan sisi lain: janji yang patah, rumah yang rata, dan penghuninya yang terdampar di tepi pembangunan. Kasus ini menyoroti dilema klasik pembangunan infrastruktur di Indonesia antara kepentingan umum dan hak dasar warga terdampak, yang sering kali menjadi titik krusial konflik.


Kini, keluarga besar ini hidup tercerai-berai, dalam kondisi serba terbatas, menyimpan luka dan kemarahan, sementara proyek jalan tol terus bergerak maju, membangun fondasi bagi arus logistik dan mobilitas masa depan Riau. Dua realitas ini berdampingan namun seolah berada di dunia yang berbeda, antara narasi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi serta kisah air mata dan kehilangan hak warga terdampak.


 




 
Berita Lainnya :
  • Eksekusi Paksa Proyek Tol Pekanbaru-Rengat Hancurkan Tujuh Rumah, Keluarga Empat Generasi Terancam Kehilangan Tempat Tinggal
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Anak SMA ini Mengaku Dengan "OM" atau "Pacar" Sama Enaknya, Simak Pengakuannya
    2 Azharisman Rozie Lolos Tujuh Besar Seleksi Sekdaprov Riau, 12 Orang Gugur
    3 Tingkatkan Pelayanan dan Tanggap dengan pengaduan masyarakat
    Lusa, Camat Bukit Raya Lauching Forum Diskusi Online
    4 Pemko Pekanbaru Berlakukan Syarat Jadi Ketua RT dan RW Wajib Bisa Operasikan Android
    5 Inilah Pengakuan Istri yang Rela Digarap 2 Sahabat Suaminya
    6 Lima Negara Ini Di cap memiliki Tingkat Seks Bebas Tertinggi
    7 Astagfirullah, Siswi Di Tanggerang Melahirkan Di Tengah Kebun Dan Masih Memakai Seragam
    8 Selingkuh, Oknum PNS Pemprov Riau Dipolisikan Sang Istri
    9 Langkah Cepat Antisipasi Banjir, PU Bina Marga Pekanbaru Lakukan Peremajaan Parit-parit
    10 Dosen Akper Mesum Dengan Mahasiswinya di Kerinci Terancam Dipecat
     
    Pekanbaru Rohil Opini
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2015-2022 PT. Alfagaba Media Group, All Rights Reserved