Harga Minyak Melemah, Brent Tembus 62,42 Dolar AS per Barell di Tengah Ketidakpastian Geopolitik
Riau12.com-JAKARTA – Harga minyak mentah kembali melemah pada Selasa (9/12/2025), melanjutkan tekanan setelah penurunan dua persen sehari sebelumnya. Pasar energi tengah berada dalam fase menunggu, di mana setiap perkembangan geopolitik maupun kebijakan moneter mampu memengaruhi arah harga secara cepat.
Harga minyak mentah Brent tercatat turun tipis 7 sen menjadi 62,42 dolar AS per barel pada pukul 07.17 GMT, sementara West Texas Intermediate (WTI) terkoreksi 13 sen dan berada di level 58,75 dolar AS per barel. Pelemahan ini dipicu pemulihan produksi Irak di ladang minyak West Qurna 2 milik Lukoil, salah satu sumber pasokan terbesar dunia.
Fokus pasar juga tertuju pada rencana perdamaian Ukraina yang akan dibagikan ke AS setelah pertemuan Presiden Volodymyr Zelenskiy dengan para pemimpin Inggris, Prancis, dan Jerman di London. Peluang tercapainya kesepakatan damai menjadi faktor penting yang menggerakkan sentimen pasar.
“Harga minyak berada dalam kisaran perdagangan yang ketat hingga kita mendapatkan gambaran lebih baik tentang arah perundingan damai ini,” ujar Kepala Analis Pasar KCM Trade, Tim Waterer. Ia menambahkan, kegagalan negosiasi berpotensi mendorong harga naik, sementara kemajuan diplomatik dan pulihnya pasokan Rusia dapat menekan harga lebih rendah.
Sumber yang mengetahui pembahasan G7 dan Uni Eropa menyebut kedua blok tersebut mempertimbangkan penggantian batas harga ekspor minyak Rusia dengan larangan penuh layanan maritim, langkah yang ditujukan untuk memangkas pendapatan minyak Moskow.
Selain isu geopolitik, pelaku pasar menunggu laporan pasar minyak bulanan dari Badan Energi Internasional (IEA) yang dirilis pada 11 Desember. Laporan sebelumnya memproyeksikan surplus besar pada 2026, sehingga analis memperkirakan sinyal serupa dapat kembali membebani harga.
Kelvin Wong, Analis Pasar Senior OANDA, menyebut WTI berpotensi menurun ke zona support 56,80–57,50 dolar AS jika IEA kembali menyoroti risiko surplus besar.
Di sisi lain, keputusan suku bunga Federal Reserve yang akan diumumkan Rabu turut membentuk ekspektasi pasar. Probabilitas penurunan suku bunga seperempat poin mencapai 87 persen, sebuah langkah yang biasanya mendorong permintaan minyak karena menurunkan biaya pinjaman. Namun beberapa analis menilai efeknya kali ini bisa terbatas.
“Keputusan Fed bisa memberi dukungan jangka pendek di kisaran bawah 60–65 dolar AS, meski struktur harga tetap dipengaruhi ekspektasi kelebihan pasokan pada 2026,” jelas Analis Pasar Senior Phillip Nova, Priyanka Sachdeva.
Dengan sentimen geopolitik, laporan IEA, dan keputusan moneter global yang saling memengaruhi, harga minyak diperkirakan akan tetap bergerak volatil dalam beberapa hari mendatang.
Komentar Anda :