Riau12.com-JAKARTA – Perkembangan teknologi digital kini telah mengubah cara masyarakat mengekspresikan empati, doa, hingga zikir. Salah satu fenomena yang muncul adalah penggunaan stiker doa seperti ‘Innalillahi’ atau ‘Aamiin’ di aplikasi pesan instan seperti WhatsApp. Dengan mudahnya, seseorang bisa menyampaikan rasa duka atau harapan doa hanya dengan satu ketukan layar.
Namun, di tengah kemudahan tersebut, muncul pertanyaan penting: apakah mengirim stiker doa di WhatsApp bisa dianggap bernilai ibadah?
Untuk menjawabnya, para ulama klasik menjadi rujukan utama, terutama penjelasan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar. Menurut Imam An-Nawawi, zikir dan doa tidak sah apabila hanya hadir dalam hati atau sekadar tulisan yang tidak dilafalkan. Zikir baru dianggap sah ketika diucapkan secara lisan hingga terdengar oleh diri sendiri.
“Zikir-zikir yang disyariatkan, baik dalam salat maupun di luar salat, tidak dihitung dan tidak dianggap sah sampai diucapkan dengan lisan, sehingga orang yang mengucapkannya dapat mendengar dirinya sendiri,” tegas Imam An-Nawawi.
Senada dengan itu, Syekh Ibnu Allan dalam kitab *Al-Futuhatur Rabbaniyyah* menjelaskan bahwa amalan wajib, seperti membaca Surah Al-Fatihah dalam salat, tidak sah apabila hanya dilakukan dalam hati tanpa pelafalan.
Berdasarkan pandangan para ulama tersebut, praktik mengirim stiker doa di WhatsApp dapat disimpulkan memiliki beberapa karakteristik:
1. Tidak Dihitung sebagai Zikir yang Sah
Stiker doa atau teks tanpa pelafalan lisan tidak termasuk zikir yang sah secara syariat.
2. Bersifat Simbolis dan Sosial
Fungsi stiker lebih kepada menyampaikan empati, dukacita, atau isyarat doa kepada sesama, bukan pelaksanaan ibadah itu sendiri.
3. Zikir Hati Tetap Bernilai
Mengingat Allah di dalam hati tetap bernilai ibadah, bahkan utama. Namun, zikir yang disyariatkan secara lafaz harus diucapkan secara lisan.
Umat Islam dianjurkan untuk menggabungkan keduanya agar aktivitas digital tetap bernilai pahala. Contohnya, saat mengirim stiker ‘Innalillahi’, disarankan untuk melafalkan secara lisan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Dengan cara ini, ibadah zikir tetap terlaksana sesuai syariat, sementara pesan empati tetap tersampaikan melalui media digital.
Fenomena stiker doa ini menunjukkan bagaimana masyarakat mencoba menyesuaikan tradisi keagamaan dengan era digital. Meski secara syariat tidak menggantikan zikir lisan, stiker tetap menjadi medium efektif untuk menyebarkan nilai empati dan solidaritas antarwarga dalam dunia maya.
Wallahu a’lam.
Komentar Anda :